Jumat, 12 Agustus 2011

Advokasi Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sasaran advokasi social dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Advokasi kasus (case advocacy)

Merupakan kegiatan yang dilakukan seorang pekerja social untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan social yang telah menjadi haknya. Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok professional erhadap klien dank lien sendiri tidak mampu merepon situasi tersebut dengan baik. Pekerja social berbicara, berargumen, dan bernegosiasi atas nama klien individual. Karenanya advikasi ini sering disebut dengan advokasi klien (client advokasi)

b. Advokasi kelas (class advocacy)

Menunjuk pada kegiatan – kegiatan atas nama kelas atau kelompok untuk menjamin terpenuhinya hak – hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan – kesempatan. Focus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan perubahan – perubahan hukum dan kebijakan public pada tingkat local maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses – proses politik yang ditujukan untuk mempengaruhi keputusan – keputusan pemerintah yang berkuasa. Pekerja social biasanya bertindak sebagai perwakilan sebuah organisasi, bukan sebagai praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya dilakukan melalui koalisi dengan kelompok dan organisasi lain yang memiliki agenda sejalan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud advokasi?

2. Apa tujuan advokasi?

3. Jenis – jenis advokasi?

4. Unsur – unsure advokasi?

5. Dinamika proses advokasi?

6. Mandate pekerja social untuk melakukan advokasi?

7. Nilai dalam advokasi pekerjaan social?

8. Karakteristik advokasi pekerjaan social?

9. Kendala advokasi pekerjaan social?


BAB II

ADVOKASI SOSIAL

A. PENGERTIAN ADVOKASI

Menurut Kaminski dan Walmsley (1995), advokasi adalah satu aktivitas yang menunjukkan keunggulan pekerjaan social berbanding profesi lain. Selain itu, banyak defenisi yang diberikan mengenai advokasi. Beberapa di antaranya mendefinisikan advokasi adalah adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atas program dari suatu institusi. Kutchins dan Kutchins (1978) mengatakan advokasi sesungguhnya terma yang takdapat didefinisikan karena advokasi merujuk pada semua bentuk aksi social. Manakala Zastrow (1982) mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu system layanan, dan mebantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang mebutuhkan. Schneider (2001) mengatakan “ advocacy was defined as an obligation of social workers to the legislative process”. Dalam kaitannya itu, pekerja social bertanggungjawab memastikan legislasi social dapat berlangsung efektif dan dilaksanakan. Advokasi juga di gunakan untuk mempengaruhi dan bertindak secara kolektif untuk mempengaruhi perubahan social.

Scheneider (2001) mengatakan bahwa defenisi terbaru mengenai advokasi harus terdiri dari beberapa criteria yaitu; kejelasan (clarify), dapat diukur (measurable), pembatasan (limited), berorinetasi tindakan (action – oriented), focus kepada aktivitas bukan peranan atau hasil advokasi (focus on activity$, not rules or outcomes of advocacy) dan bersifat mendefinisikan advokasi pekerjaan social sebagai “the exclusive and mutual representation of clients or a cause in a form, attempting to systematically influence decision making in an unjust or unresponsive systems.

Berdasarkan defense di atas maka dapat dijelaskan bahwa advokasi pekerjaan social itu terdiri dari beberapa komponen yaitu;

1. Ekslusif. Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien dan advokat yang menunjukkan hubungan tersebut hubungan tunggal, unik, terfokus kepada klien, tanggung jawab utama kepada klien, dan berpusatkan kepada kebutuhan manusi.

2. Timbalbalik (mutual). Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien dan advokat sebagai hubungan timbale balik, saling ketergantungan, kesamaan, bersama, berbagi tahap hubungan satu sama lain, pertukaran gagasan dan merencanakan bersama – sama, dan memiliki kebersamaan satu sama lain. Hubungan timbale balik bermaksud bahwa advokat tidak mendominasi atau menyusun agenda klien sebab kebutuhan klien diberi perhatian yang khusus. Advokat bekerjasama dengan klien, dan mereka memprosesnya sesuai dengan kesepakatan yang disetujui bersama – sama. Termasuk dalam terma hubungan timbale balik ini adalah pemberdayaan sebagai nilai pekerjaan sisial utama.

3. Representasi. Terma ini adalah berkaitan orientasi tindakan dan ,menjelaskan aktivitas advokat dengan berbicara, menulis, atau bertindak bagi pihak lain, berkomunikasi atau pernyataan kepedulian terhadap klien.

4. Klien. Dalam advokasi pekerjaan social, klien mendelegasikan kepada pekerja social untuk bertindak atas dirinya yaitu reperesentation sebagaimana disebutkan di atas. Klien mungkin individu perorangan, kelompok kecila atau besar, persatuan masyarakat, populasi etnik tertentu, individu – individu dengan kesamaan karaktersitik dan kepedulian.

5. Masalah penyebab. Masalah biasanya tunggal, kondisi atau masalah yang menyebabkan sejumlah orang berminat dan dan mendukung. Menurut Kotler(1972), ada tiga jenis penyebab yaitu :

a. Helping cause, masalah pertolongan dimana advokat mencoba memberikan pertolongan, kenyamanan, atau pendidikan kepada korban kesalahan bantuan social termasuk rumah perlindungan bagi wanita korban kekerasan atau perlindungan kepada lanjut usia.

b. Protest cause, tindakan protes, dimana advokat mencoba mereformasi institusi yang menimbulkan masalah social, mepersoalkan tingkah laku baru untuk memprebaiki kondisi, contohnya rehabilitasi lingkungan kumuh, atau menuntgut pemerintah mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan mental berbasis masyarkat.

c. Revolutionary causes, dalam hal ini advokat berharap dapat mengurangi isntitusi atau pihak – pihak yang yang tidak mendukung perbaikan kondisi.

6. Forum. Sebuah form adalah majelis yang diorganisir untuk mendiskusikan isu, undang – undang, peraturan – peraturan, ketentuan – ketentuan, masalah public, atau penyampaian opini. Dua hal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan forum;

a. Menetapkan seperangkat prosusur yang memandu peserta.

b. Mekanisme pembuatan keputusan (Kutchin dan Kutchin, 1987)

7. Sistematika. Advokasi pada dasarnya bersifat sistematik. Hal ini karena advokasi menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu perencanaan. Keputusan tidak didasarkan kepada intuisi melainkan berdasarkan keterampilan menganalisis situasi bersama klien.

8. Pengaruh. Pengaruh bermaksud modifikasi, perubahan kesan, tindakan atau keputusan yang mempengaruhi kilen. Beberapa aktivitas memepengaruhi termasuk mengorganisir kelompok klien, pembentukan koalisi, pendidikan public, persuasi kepada administrator dan supervisor, berhubungan dengan pegawai pemerintah dan parleme, pengumpulan data kajian, pemberian testimony, pengembangan petisi dan bahkan tindakan undang – undang.\

9. Pembuatan keputusan. Terma ini merujuk kepada usaha mempengaruhi. Paling utama adalah advokat ingin melakukan perubahan dengan membuat keputusan berdasarkan rumusan dan penilaian mengenai berbagai aspek. Seperti alokasi, sumber daya, keuntungan, kelayakan dan akses pelayan.

10. Tingkat ketidak adilan. Karakteristik terma ini adalah suatu tindakan, pendirian, institusi, peraturan, prosusur atau keputusan tidak sesuai dengan undang – undang atau prinsip – prinsip keadlian.

11. Tidak responsive. Terma ini khususnya diterapkan kepada perorangan atau institusi yang aggal menjawab, mengakui, atau merespon, terhadap pertanyaan, permohonan, petisis, tuntutan, surat, komunike, atau permohonan sesuai dengan masanya.

12. System. Dalam konteks pekerjaan social, perkataan system merujuk kepada badan yang terorganisasi yang didesain dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada orang – orang yang layak, mendistribusikan sumber, penegakan hokum dan bertanggungjawab penuh dalam interaksi masyarakat dengan system sumber.


B. TUJUAN ADVOKASI

Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan program atau kedudukan (stance) dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi. Advokasi pada hakekatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa, yang akan melakukan perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. Meskipun tiada jangka waktu yang absolute untuk mencapai tujuan advokasi , namun umumnya kegiatan pencapaian tjuan advokasi berlangsung antara 1 – 3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan realistis kearah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu. Menurut Zastrow advokasi adalah menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau system pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.

C. JENIS – JENIS ADVOKASI SOSIAL

Scheneider mengemukakan 4 jenis advokasi dalam pekerjaan social, yaitu :

1. Advokasi klien ( client advocacy). Tujuan akhirnya adalah untuk membantu klien tentang bagaiman klien berjuang memenangkan pertarungan terhadap hak – haknya di lembaga lain dan system pelayanan social yang ada.

2. Advokasi masyarakat (cause advocacy). Advokasi pekerjaan social selalu membantu klien individu, dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Jika terdapat masalaha yang mempengaruhi kelompok yang lebih besar maka advokasi ini yang paling sesuai digunakan.

3. Advokasi Legislatif (Legislative Advocacy), advokasi jenis ini biasanya dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu undang – undang.

4. Advokasi Administrasi (Administrative advocacy). Advokasi jenis ini bertujuan untuk memperbaiki atau mengoreksi keluhan – keluhan administrative dan mengatasi masalah – masalah administrative.


D. UNSUR – UNSUR POKOK KEGIATAN ADVOKASI

Dalam advokasi social terdapat beberapa unsure pokok penting, yaitu;

1. Memilih tujuan advokasi. Masalah yang diadvokasi mungkin sangat kompleks. Oleh sebab itu, agar advokasi berhasil maka tujuan advokasi haus dipertajam sedemikian rupa. Tujuan advokasi harus dipersempit sehingga dapat menjawab beberapa pertanyaan – pertanyaan seperti : Dapatkah masalah ini mengajak berbagai kelompok bersama – sama membentuk koalisi yang kuat? Apakah tujuannya mungkin ercapai? Apakah tujuannya benar – benar menangani masalah itu?

2. Menngunakan data dan penelitian untuk Advokasi. Data dan penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat ketika memilih masalah yang akan diadvokasi, mengidentofikasi cara permasalahan bagi masalah tersebut, dan menentukan tujuan yang realistis. Data yang valid, lengkap dan akurat juga dapat menjadi argumentasi yang kuat. Dengan data dapatkah kita mencapai tujuan dengan realistis? Data apa yang dapat digunakan untuk medukung suatu argumentasi?

3. Menidentifikasi Sasaran Advokasi. Jika masalah dan tujuan telah ditetapkan, maka kegiatan advokasi harus diarahkan kepada orang – orang yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan misalnya staf, pimpinan, orang tua, media, dan masyarakat. Siapa para pengambil keputusan yang dapat membuat tujuan umum kita menjadi kenyataan? Siapa dan apa yang mempengaruhi para pengambil keputusan ini?

4. Mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi. Sasaran advokasi berbeda – beda memberikan respon terhadap pesan yang berbeda pula. Misalnya, seorang Menteri Sosial mungkin akan bertindak ketika kepadanya disajikan data terperinci tentang angka lanjut usia di suatu daerah. Pesan apakah yang perlu sampai kepada sasarn advokasi pilihan demi kepentingan suatu kegiatan advokasi?

5. Membentuk koalisi. Kekuatan advokasi kerapkali ditentukan oleh kuatnya koalisi beberapa orang, organisasi, atau lembaga yang mendukung tujuan advokasi. Bahkan melibatkan banyak orang yang mewakili kepentingan berbeda – beda dapat meberi keuntungan daroi sisi keamanan bagi advokasi maupun untuk memperoleh dukungan politik.

6. Membuat presentasi yang persuasive. Kesempatan untuk mempengaruhi sasarn advokasi baik individu maupun organisasi kadangkala sangat terbatas.

7. Mengumpulkan dana untuk kegiatan advokasi. Kegiatan advokasi memelukan dana. Usaha untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang berarti menyediakan waktu dan energy dalam mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk mendukung tugas advokasi.

8. Mengevaluasi Usaha Advokasi. Paling akhir dari kegiatan advokasi adalah evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan advokasi telah tercapai.

E. DINAMIKA PROSES ADVOKASI

Advokasi merupakan proses yang dinamis yang menyangkut pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Proses ini berlangsung dalam lima tahap :

1. Mengidentifikasi masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan. Tahap ini mengacu pada penetapan agenda. Pekerja social sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasarn agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.

2. Merumuskan solusi. Pekerja social yang berperan sebagai advokat harus merumuskan solusi mengenai masalah yang telah diidentifikasi dan memlikih salah satu yang paling feasible ditangani secara politis, ekonomis dan social.

3. Membangun kemauan politik. Membangun kemauan politik untuk bertindakmenangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dan advokasi.

4. Melaksanakan kebijakan. Jika masalahnya telah dikenalpasti, solusi telah dirumuskan serta adanya kemauan politik untuk bertindak maka peluang ini dapat dijadikan titik masuk pekerja social untuk bertindak melaksanakan kebijakan.

5. Evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas advokasi yang telah dilakukan. Selian itu, evaluasi juga dapat dilakukan terhadap usaha yang telah berjalan dan menentukan sasarn baru berdasarkan pengalaman mereka.

F. MANDAT PEKERJA SOSIAL UNTUK MELAKUKAN ADVOKASI

Litzelfener dan Petr (1997) mengatakan profesi pekerjaan social pada dasarnya melaksanakan advokasi klien berdasarkan tanggung jawab etika dan fungsi utama praktek pekerjaan social. Terdapat beberapa obligasi yang mendasari praktek advokasi yang dilakukan oleh pekerja social, antara lain;

1. Kode etik. Dalam kode etik tercantum nilai – nilai dan prinsip etik antara lain dinyatakan bahwa tujuan utama pekerja social adalah membantu orang dalam memenuhi kebutuhan dan ditujukan kepada pemecahan masalah social, menentang ketidakadilan social, menghargai harkat dan martabat manusia serta mempromosikan kesejahteraan umum masyarakat. Kode etik juga mencantumkan tentang perlunya pekerja social menyadari dampak arena dan kebijakan politik terhadap praktek yang karenanya perlu advokasi untuk perubahan kebijakan dan perundangan yang dapat meningkatkan kondisi social dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keadilan social.

2. Pemahaman Pekerjaan Sosial tentang Persom-in Environment. Profesi pekerjaan sosila mempunyai pendekatan yang unik dalam membantu orang tumbuh dan berkembang yaitu keyakinan bahwa perserikatan atau lingkungan social individual mempengaruhi kesejahteraan mereka secara langsung (Kirst-Ashman & Hull, 1993). Oleh sebab itu dalam membantu individu dengan permasalahnnya juga harus mampu mengintervensi secara efektif pada level masyarakat, daerah, nasional atau internasional,

3. Posisi Historis Advokasi dalam Pekerjaan Sosial. Berdasarkan sejarah, advokasi mendapat tempat utama dalam praktek pekrjaan social. Amidei (1991) menyatakan bahwa advokasi tercermin dalam praktek pekerjaan social tradisional, dan ini sejalan dengan Reisch (1986).

4. Sanksi Masyarakat dari Advokasi. Dean (1977) mengatakan bahwa masyarakat modern telah mengakui pekerjaan social sebagai disiplin professional untuk membantu individu dan kelompok yang tidak terlibat dalam pembangunan industry,perkotaan, dan teknologi.

5. Alasan pribadi untuk menjadi seorang advokat. Berdasarkan hasil penelitian, seseorang menjadi seorang advokat disebabkan alas an – alas an pribadi seperti, frustrasi dengan pekerjaan yang ada, latar belakang keluarga, latar belakang pribadi terlibat dalam kesukarelaan, pengalaman seseorang dibawah tekanan, dan pembacaan tentang perubahan social telah turut mempengaruhi mereka dan evolusi ideology pribadi yang mencerminkan keyakinan mereka tentang perubahan.

6. Pengaruh badan social tempat praktek pekerjaan social. Pekerja sosia yang bekerja di sebuah badan atau organisasi dimana advokasi ditonjolkan mau tidak mau turut mempengaruhi praktek advokasi. Fungsi agency mungkin yang utama adalah mencari factor penyebab masalah.

G. NILAI DALAM ADVOKASI PEKERJAAN SOSIAL

Nilai merujuk kepada keyakinan yang penting, dimensi yang penting dan isu fital yang ada pada individu atau kelompok. Nilai dasar dalam advokasi pekerjaan social adalah :

1. Hak dan martabat individual.

2. Pemberian suara kepada yang tiada kuasa.

3. Penentuan diri sendiri.

4. Pemberdayaan dan perspektif penguatan.

5. Keadilan social.

H. KARAKTERISTIK ADVOKASI PEKERJAAN SOSIAL

1. Berorientasi tindakan yaitu suatu advokasi sudah pasti berorientasi kepada tindakan untuk mencapai perubahan sesuai dengan fungsi dan peranan pekerja social.

2. Menentang ketidakadilan yaitu pada dasarnya pekerjaan social sangat menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan social sangat menentang ketidakadilan, oleh sebab itu advokasi pekerjaan social juga menentang ketidak adilan yang wujud dalam system social masyarakat.

3. Tidak netral. Karakteristik lain advokasi pekerjaan social adalah para pekerja social tidaklah bersifat netral. Dalam hal advokasi, pekerja social berpihak kepada yang lemah, yang perlu dibantu melalui usaha advokasi.

4. Mengaitkan kebijakan kepada praktek. Kegiatan advokasi pekerjaan social adalah menterjemahkan kebijakan ke dalam praktek kebijakan agar praktek kebijakan tersebut member manfaat kepada semua orang.

5. Kesabaran dan penuh harapan. Karakteristik lain dari advokasi pekerjaan social adalah bahwa advokasi harus dilakukan dengan kesabaran penuh agar hasil advokasi dapat etrcapai dengan baik.

6. Pemberdayaan. Pada hakekatnya, advokasi pekerjaan social itu adalah pemberdayaan klien yang menerima pelayanan. Setiap usaha advokasi tujuannya adalah pemberdayaan klien agar dapat mengatasi masalah dan mandiri


I. KENDALA ADVOKASI PEKERJAAN SOSIAL

1. Sejarah atau isu profesionalisme pekerjaan social.

2. Ketiadaan stnadar norma professional.

3. Masalah managerial

4. Tempat bekerja

5. Persepsi advokasi sebagai konfrontasi.

6. Tidak memahami kebutuhan klien.

7. Ketakutan kehilangan status.

8. Ketiadaan pendidikan atau pelatihan khusus.

9. Strategi intervensi yang tidak popular

10. Ketidakmengertian menganai bentuk advokasi.

BAB III

KESIMPULAN

1. Advokasi social adalah aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu system layanan, dan mebantu dan memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang mebutuhkan.

2. Tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan program atau kedudukan (stance) dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi.

3. Jenis – jenis advokasi :

a. Advokasi klien ( client advocacy),

b. Advokasi masyarakat (cause advocacy).

c. Advokasi Legislatif (Legislative Advocacy,

d. Advokasi Administrasi (Administrative advocacy).

4. Unsur – unsure advokasi social :

a. Memilih tujuan advokasi.

b. Mengunakan data dan penelitian untuk Advokasi.

c. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi.

d. Mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi

e. Membentuk koalisi.

f. Membuat presentasi yang persuasive

g. Mengumpulkan dana untuk kegiatan advokas

h. Mengevaluasi Usaha Advokasi.

5. Dinamika Proses advokasi

a. Mengidentifikasi masalah.

b. Merumuskan solusi.

c. Membangun kemauan politik

d. Melaksanakan kebijakan

e. Evaluasi.

6. Nilai dalam advokasi sosial

a. Hak dan martabat individual.

b. Pemberian suara kepada yang tiada kuasa.

c. Penentuan diri sendiri.

d. Pemberdayaan dan perspektif penguatan.

e. Keadilan social.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Suharto, Phd. 2004. Isu – Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi. Jakarta; Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial



Makalah anak kelas 2F STKS Bandung angkatan 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar